Hari itu
aku sangat bersemangat untuk ke kantor, tapi juga sangat berat. Yaa, itulah
hari terakhir aku ada di kantor itu. Sebuah kesenangan karena aku akan memulai
pengalaman baru dengan lingkungan baru, orang-orang baru, keluarga baru ,
budaya baru dan semua yang serba baru. Sebuah kesedihan karena aku harus
meinggalkan keluargaku, pekerjaanku dan semuanya yaNg sudah hamper satu
setengah tahun lebih bersamaku.
Mungkin
bias disebut dengan “comfort zone” seBuah zona nyaman bagi sebagian orang untuk
dapat bertahan dalam suatu lingkungan atau keadaan yang membuatnya sudah sangat
bisa merasa nyaman, tidak memerlukan tekanan atau godaan lain. Yaa, zona nyaman
memang paling enak. Paling enak untuk tetap bertahan, tanpa peduli dengan
keadaan luar lingkungannya.
Memang,
sebuah keputusan yang berat bagiku untuk meninggalkan kantor itu, meninggalkan
keluargaku. Tapi, aku punya pilihan, dan aku memilih untuk meninggalkan kantor
itu. L.
Dibilang
sedih, pastilah sedih, karena banyak kenangan, ilmu dan lain hal yang aku
dapat. Tidak semua kantor di luar sana menawarkan sebuah “sekolah” lain bagi
pekerjanya. Tapi dalam bahasaku, aku tidak hanya menyebutnya sekolah, tapi lebih
ke pondok pesantren. Yaa, tidak berlebihan aku menyebutnya demikian.
Sedari
kecil, memang aku sudah ditanamkan berbagai ilmu agama islam. Jadi aku sudah
terbiasa dengan lingkungan yang sangat agamis. Akan tetapi saat kuliah, aku
menyadari, aku tidak aktif mengikuti kegiatan keagamaan (bukannya sok idealis,
tapi memang aku tidak ingin ikut, :P). Setelah aku bekerja dan penempatan di
kantor itu, aku mulai aktif kembali mengisi rohani, karena aku merasa menambal
rohani biar gak bolong2. Merasa butuh charge agar bisa semangat kembali,
semangat untuk selalu belajar menjadi manusia baik seutuhnya. Yang nantinya
akan menjadi manusia yang bisa sukses dunia maupun akheratnya. Bukankah begitu?
Bukankah memang tujuan akhir adalah untuk mencapai kesuksesan akherat, karena
bagaimanapun dunia, kita hanya menumpang untuk minum. Yah, itulah kantor
lamaku, yang menawarkan berbagai suguhan kegiatan keagaman di sela-sela
kesibukan bekerja. Tidak lebai kan jika aku menyebutnya pondok pesantren? J
Dan
sehari sebelum hari perpisahan, aku mengikuti tahsin (membaca Al-Qur’an bersama) di masjid. Sekaligus aku meminta waktu dari
rekan-rekan semua untuk pamitan. Yaaa, aku menangis di hari itu, saat aku
mengaji. Mungkinkah ini ngaji terakhirku bersama kalian? L. Yaa, harus saya akui itu.
Setelah acara mengaji selesai, semua dikumpulkan dan ada sambutan dari Pak
Nana. Kemudian Pak Nana mempersilahkan saya untuk memberikan sepatah dua patah
kata. Maybe you know what the happened for next. Yess, mewek gak tertahankan,
hehehe. Karena udah gak sanggup, jadinya gentian muter semua rekan-rekan
memberikan wejangannya untuk saya. Subhanalloh, terimakasih semuanya,
saudara-saudaraku J
Here the
day,
~ignored my crying face :D~
And
then, this day, waktunya untuk pamitan dengan keluarga kantor, rekanan
sekantor, dengan bos dan semuanya yang selalu bekerja sama untuk kesuksesan project.
Well, aku gak mau ada farewell sebenernya, tapi yaa bagaimana.
Dimulai
dengan aku yang memberikan sepatah dua patah kata (again, and “again”) saya
mengucapkan banyak terimakasih atas semua hal yang pernah diberikan disini.
Yaa, memang banyak yang saya dapat oey. Kemudian dilanjutkan oleh Mas Dandhing
(developer yang selalu saya rusuhin), mami pani, mami vivi, pak jaka, trus papi
agus.
Ada
pesen dari pak agus à “love
your profession, don’t love your company. If you love your profession, you will
be what you want to be and enjoy everywhere you work”
Yes sir,
aku percaya itu. Bismillah.
Berikut
pic-pic yang berhasil diabadikan saat acara farewell.
~will miss you guys, ;)~
And now,
my brand new day was coming, J
Jakarta,
27 September 2013
0 comments:
Post a Comment