semarangnyo.....

|
semarang, terhitung sudah 5 kali ini saya menginjakkan kaki di kota lunpia ini. kota yang panas (menurut saya, dibandingkan Solo, hehehe). banyak yang menarik di kota ini, terutama tata kota dan bangunan-bangunannya yang sangat artistik. hoho. 

kunjungan saya yang kelima ini adalah untuk mengikuti test rekruitment salah satu Bank BUMN, karena kebetulan saya mendaftarnya saat ada Jobfair di Undip, dan belum rejeki saya, hehe.

dengan mengendarai bus dan angkot, jalan2 ke kota ini. lumayan buat nambah2 pengalaman. amien....


I called it “TRAFFIC SYNDROME”

|




Sebenarnya, saya kurang tahu, istilah apa yang tepat untuk menggambarkan cerita dan pengalaman saya, yang mungkin sebagian dari kalian pernah atau sering mengalaminya. Yah, traffic syndrome. Why i call it like them?

Okey, ceritanya nieh. Saya termasuk anak perantauan yang jarang pulang kerumah. Disamping males kalau harus naik bus umum (karena, untuk menuju kampung halaman saya adanya bus umum-non AC red dan jasa travel), saya termasuk mahasiswa yang sibuk dengan dunia kampus, ceillee….(dulunya, saat awal2 semeester..hehehe). karena sekarang sudah menginjak usia senja di kampus alias tinggal menyelesaikan kewajiban untuk memperolah gelar ST (tinggal ngerjain skripsi maksudnya, ribet amat deh ah), so…saya malah sering pulang. Minimal sebulan sekali. Aje gille padahal dulu 3 bulan sekali dah mau pulang udah alhamdulillah banget, hehehe. Setelah saya pikir2, emang sie, mumpung masih bisa pulang2 n ketemu ma ibu abah, why not, mumpung masih kuat untuk bolak balik rumah, masih muda dan masih kuat bersusah payah. Oke, kembali lagi. Biasanya saya lebih memilih pulang dengan mengendarai motor, disamping irit, bisa sekalian wisata (liat hutan, waduk, bumi perkemahan, tempat wisata, dll), dan flexible. Kalau memang ada barengan untuk pulang alhamdulillah yah, tapi emang seringnya pulang sendirian. Nah, karena terkadang saya tidak enak bada, saya memilih moda angkutan umum dengan naik bus. Nah, masing2 moda ada traffic syndromenya sendiri2 nieh. Okee. Lets cheit it out:

Traffic syndrome number 1

Emang sie, enakan naik motor bila dibanding naik bus (bagi saya), disamping keuntungan di atas yang telah saya sebutkan, juga karena memang saya suka jalan-jalan sendirian terkadang nae motor, sebagai penghilang penat dikala pusing.hehehe. tapi bahayanya sie, terutama buat cewek kayak ane, kalo ada yang “mbarengin” tapi kita gak kenal, yaa istilahnya “stranger” lah nya. Duh, jantung rasanya berdetak 100kali lebih cepat. Yaa, memang, bolehlah su’udzon, apalagi di jaman yang udah semakin amburadul semacam ini. Iya kalau yang ngikutin orang baik, kalau orang jahat? Bisa berabe urusannya. Bisa-bisa kita diberhenetiin pas di tengah hutan, trus dirampok, apalagi kalau diperkosa? Hiiii, negri. Itu juga yang pernah saya rasakan saat pulang menjelang idul fitri 1433 H. saat itu, belum terlalu jauh saya meninggalakan Kota Solo (sekitarab daerah Gemolong). Di pagi nan dingin, tiba2 di sebelah ada motor lain dengan plat ibukota. Setelah dia buka helm, saya tahu n tebakannya saya (mudah2an 100% bener) adalah rantauan dari daerah. Membarengai saya dan ingin memberhentikan saya, sampai dengan jarak hampir 15 km. hemmmm, bisa membayangkan bagaimana persaan saya? Yap, takut, gelisah, merinding, jelas pastinya. Sampai-sampai saya punya pikiran untuk balik keSolo lagi, huhuhu. Karena dia tidak saya respon sama sekali, akhirnya dia minta nomer hape. Nekat bener ni orang. Saya lambaikan tangan, tanda tidak punya. Dia bilang, “ahh bo’ong..bo’ong”. dia tetep mebarengi saya. Dalam hati saya hanya bisa berdzikir, menyebut namanNya dan membaca surat-surat. Hampir menangis rasanya, pikiran beradu satu. Akhirnya. (mungkin) dia mulai jengah tidak saya respon. Akhirnya dia mendahului saya dengan mengacungkan jari tengahnya ke arah saya. Sudah jelas, maknanya “fuck you”. Dalam hati dalam menjawab, “justru kamu tu yang fusl. Astaghfirulloh”.

Kebetulan, ada 2 jalur alternatif, satunya lewat waduk kedung ombo dan satunya lewat hutan. Karena dia belok lewat kedung ombo, saya meumutuskan untuk lurus melewati hutan. Pikir saya, saya bisa mencari tempat berhenti dan nantinya pasti sampai di kotanya lebih cepat dia dibanding saya. Alhamdulillah, perhitungan saya tepat. Saya berhenti di pom bensin di hutan tersebut, sambil melepas lelah dan menenagkan pikiran.
Yak, itulah jenis sindrom lalu lintas yang pertama. Pernah mengalaminya ladies? Be carefully yaa… lebih baik, bersama orang lain yang kita kenal kalau memang sedang tidak sanggup untuk sendiri.^^

Traffic syndrome number 2

Nih, penyakit yang selalu membuat saya malas naik bus. Saat bus penuh sesak, berbagai bau bercampur jadi satu (keringat, daging, sayur, solar, behhh…) ditambah lagi tidak mendapatkan tempat duduk. Sebenarnya saya buka tipikal orang yang mabuk dengan kendaraan (alhamdulillah). Hanya saja, saya tidak bisa melepaskan dari yang namanya pusing saat naik bus untuk pulang kampung. Hemmm, disamping waktunya yang jauh lebih lama apabila memilih naik motor (naik motor paling cepet 2,5 jam kalau bis bisa 5 jam baru nyampek rumah), juga karena keadaan-keadaan di atas. Ditambah dengan ulah pengamen yang (terkadang) kurang sopan. Lagi enak-enaknya tidur dibangunin, pas udah dikasih katanya kurang.hemmm, sabar. Belum lagi kalau dapet tempat duduk, nanti orang yang duduk di sebelah kita, (biasanya) tidur ga punya aturan, dikira bantal emangnya ni bahu..huhuhu… keramaian saat anak2 pulang sekolah, duh..duh..centil n cerewetnya gak ketulungan.

Tapi, disamping kelemahan-kelemahan saat naik bus, ada sisi baiknya juga. Saya merasa adanya kesamaan antara semua manusia. Mau dia kaya, miskin, tua, muda, saat naik bus umum, tidak terlihat. Karena memang kebanykan kalau sudah dapat tempat dudukl, ga mau tahu dan ga mau berbagi. Padahal ada orang-orang tua yang tentunya lebih membutuhkan tempat duduk dibanding ama yang muda-muda. Selain itu, saat yang paling saya senangi kalau naik bis adalah, sebelah saya adalah bapak-bapak atau ibu-ibu yang sudah berumur (jauh lebih tua beberapa tahun di atas saya) mengajak ngobrol dan bercerita tentang hidup. Hmmm, kuliah gratis, batin saya, hehe. Yah, memang sie, kebanyakan ada juga yang pamer, tapi dari ceritanya saya dapat mengambil pelajaran dan tentu saja mengakrabkan diri dengan lingkungan sekitar. Mereka yang lebih tua, pasti sudah tahu bagaimana kerasnya hidup untuk b berumahtangga, mengurusi anak dan sebagainya. Terimakasih bapak-bapak n ibuk2 yang saya kenal di bus.

Cukupkan? Saya rasa penjelasan mengenai istilah yang baru saya buat cukup jelas, hehe (ko PD!!!). jkalau ada yangmenambahi, silahkan!!!.

Solo, 8 Oktober 2011 07.00 PM.
gambar from: blog.djarumbeasiswaplus.org